ANDREA HIRATA: Pencipta Laskar-laskar Baru

Tamrin


Suasana begitu ramai di dalam ruang Auditorium IPTEKS Institut Teknologi Bandung. Seorang penulis fenomenal: Tetralogi Laskar Pelangi ternyata akan hadir berdiskusi atas Undangan Tim Pekan Baca Tulis ITB 2008.

Tentang Laskar Pelangi.

“Yang dicari saat ini adalah konteks, bukan tren penulisan.” Itulah salah satu kalimat pembuka dari sang Laskar Pelangi-Andrea Hirata-. Pantas saja, dalam waktu tiga minggu novel tersebut sudah cetak ulang. Awalnya, beliau tidak tertarik untuk menulis sebuah novel. Tapi, beliau sadar akan janjinya ketika masih sekolah kelas tiga SD di sebuah sekolah yang hampir ambruk di Belitung. Saat itu, beliau dan teman-temannya sedang kehujanan di bangunan yang biasa dipakai oleh hewan ternak untuk bermalam. Tiba-tiba datang seorang perempuan dengan sehelai daun pisang menghampiri anak-anak yang sedang kebingungan tadi. Dari sana lah, Andrea kecil berniat untuk membuat sebuah cerita tentang seorang perempuan yang bernama Ibu Muslimah.

Tapi cita-cita hidupnya telah membuat beliau lupa untuk membuat novel tersebut. Setelah kuliah di Perancis, beliau tidak ingat lagi akan janjinya membuat sebuah novel tentang Sang Guru yang memiliki jiwa Guru sebenarnya. Guru yang rela mengajar selama 15 tahun tanpa dibayar. Guru yang mampu membuat muridnya mencintai ilmu. Namun, impiannya mulai tumbuh ketika beliau mendaftar sebagai relawan untuk membantu korban tsunami di Aceh. Di sana beliau melihat seorang guru berdiri dan memegang spanduk yang mengartikan bahwa Pendidikan harus tetap dijunjung. Akhirnya setelah beliau kembali ke Bandung, beliau mendapat kabar bahwa Sang Guru, Ibu Muslimah sedang sakit.

Beliau pun akhirnya menulis sebuah cerita memoar yang menceritakan perjalanan hidupnya dan Ibu Muslimah ketika di Belitung. Karena beliau takut Ibu Muslimah keburu meninggal, maka sosok yang sering dipanggil Ikal ini menulis dengan giat. Canda tawa dan tangisan kadang-kadang menemaninya ketika dia mengetik kata per kata. Berkat niatnya yang kuat, novel pun selesai dalam waktu tiga minggu. Sang Andrea pun akhirnya langsung memfotokopi sebelas buah dan langsung dikirim ke kampung halamannya. Saking semangatnya, laptop kesayangannya tertinggal di kostan dan kebetulan ada temannya yang membaca novel tersebut.

Iseng punya iseng, novel pun dikirimkan ke penerbit. Dalam waktu tiga minggu novelnya naik cetak ulang! Andrea pun terkejut melihat hasilnya. Dan sekarang, novel tersebut mendekati angka setengah juta eksemplar!

Tentunya sudah banyak orang yang mendapatkan semangat baru dari hasil karya beliau. Misalnya ada seorang mahasiswa yang sudah putus asa dengan kondisi studinya, tiba-tiba dia memiliki semangat baru untuk memperbaiki studinya. Ada juga seorang pembantu yang mengayuh sepeda lebih pagi danlebih semangat ketika berangkat bekerja setelah membaca novel ini.

Meskipun buku ini memberikan semangat baru, beliau hanya menjelaskan bahwa “ Buku hanya mempengaruhi fanatik-fanatik bagi pembaca”. Dengan kata lain, tidak akan diperoleh perubahan besar jika pembaca hanya menikmatinya saja. Mereka harus berbuat sesuatu agar perubahan terjadi.

Dan Perubahan Pun Dimulai: MLM Intelektual

“Royalti milyaran rupiah tidak akan berguna jika tidak memberikan manfaat kepada orang lain”.

Selidik punya selidik, rupanya cowok jomblo ini sedang mendirikan sebuah learning center di Belitung untuk anak-anak di kampung halamannya. Dia tidak ingin ada lintang-lintang baru yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena masalah biaya. Dan yang lebih hebat lagi, proyek pembangunan learning center ini tidak akan pernah mau menerima sumbangan biaya dari lembaga atau perorangan manapun. Learning center hanya menerima sumbangan dalam bentuk penyaluran intelektual atau mengajar secara sukarela.

“Uang itu panas.”

“ Sedapat saya mampu, saya akan melakukannya.”

“Memberikan uang kepada orang lain tidak akan pernah cukup. Tapi memberikan kecerdasan kepada orang lain, akan membuat orang lain bertindak.”

Itulah tiga kalimat singkat tentang prinsip MLM Intelektual. Beliau berharap seandainya ada orang yang sukses setelah mengikuti learning center, maka ada siswa yang meneruskan perjuangannya di tempat lain. Dengan begitu, kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia akan terangkat. Masalahnya adalah banyaknya kaum oppurtunis yang hanya mencari segala sesuatu kepuasan diri sendiri.

Jika Andrea Hirata menjadi Menteri Pendidikan ?

“ Saya mempunyai ketertarikan terhadap dunia pendidikan. Saya membaca buku-buku tentang prinsip pendidikan, tapi saya belajar Ekonomi. Mungkin saya salah jurusan.”

Beliau pernah mengajar di sebuah sekolah di Surabaya dengan bayaran Rp 7000/jam dan ongkos transport yang jauh lebih mahal menggunakan koceknya sendiri. Tapi orang yang memiliki senyuman khas ini senang sekali meskipun harus nombok. Beliau selalu memandang sosok gurunya –Ibu Muslimah- ketika masih kecil dulu. Dan ketika ditanya dengan pertanyaan tersebut, Andrea hanya bisa menjawab:

“ Saya ingin menciptakan suasana bagaimana menciptakan kondisi agar siswa senang terhadap sekolah “.

“ Dan saya tidak mau menjadi menteri. Saya sudah bahagia dengan kondisi saya seperti sekarang ini”. Tutur cowok ikal bersenyum lebar ini.

Beliau meniatkan untuk off dulu dimedia sementara merawat Ibunda yang sudah sering sakit-sakitan di Belitung sana. Dan keputusan itulah merupakan keputusan terbesar dalam hidupnya. Dan terakhir Andrea berkata,

“ Guru adalah sebuah keistimewaan. Guru adalah tiupan berkah di telinga Insan.”

Dan saya menambahkan

“ Tidak akan maju suatu bangsa sebelum bangsa itu menghargai guru, meskipun guru yang memiliki jiwa guru tidak membutuhkannya”.

1 Response to "ANDREA HIRATA: Pencipta Laskar-laskar Baru"
mas niam said :
16 Maret 2008 pukul 20.12
assalamualaikum

saat pertama kali membaca buku karya andrea hirata, hati saya mendadak jadi bergetar...

ternyata di sebuah desa yang amat terpencil, masih tersimpan berjuta semnagat senyum belajar para anak-anaknya yang kini tak lagi dimiliki oleh anak-anak kota...

anak-anak terpencil yang jauh dari fasilitas justru memiliki cita-cita yang begitu hebat....

tak hanya itu, mereka juga mampu mengubahnya menjadi kenyataaan

akan sangat berbeda saat kita melihat tingkah anak-anak kota yang disuguhi oleh surga fasilitas dan dininabobokan oleh karya-karya relasi sehingga mereka hanya mampu bercita-cita setinggi langit tanpa mampu mewujudkannya...